Florence Sihombing dan Rinada, Ironi di Dunia Maya
Mulutmu adalah harimaumu, pepatah lama ini ternyata berlaku pula di dunia maya. Bila tak hati-hati, seseorang pengguna internet bisa berurusan dengan penegak hukum. Termasuk kecerobohan yang membuat seseorang dapat terjerat pasal pidana, baik Kitab Undang-undang Hukum Pidana maupun UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kondisi itu seperti yang saat ini dihadapi mahasiswa S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) Florence Sihombing dan penyanyi Rinada. Kendati berbeda kasus, 2 wanita ini menghebohkan linimasa beberapa media sosial dan menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pemberitaan mengenai keduanya pun menjadi topik hangat dalam beberapa hari terakhir.
Umpatan Itu
Florence membuat heboh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Baciro/Lempuyangan, Yogyakarta pada Rabu, 27 Agustus 2014. Wanita 26 tahun ini marah-marah karena dianggap tak mau antre saat hendak mengisi bahan bakar minyak (BBM). Ketika itu ia yang mengendarai sepeda motor masuk ke jalur mobil di bagian Pertamax 95. Kekesalan Florence pun diungkapkan melalui akun Path miliknya dengan kalimat memaki-maki Kota Pelajar tersebut.
"Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja," tulis Florence dalam Path @florenceje, Kamis 28 Agustus 2014.
Makian melalui status di media sosial itu sontak menyebar di dunia maya. Kicauan tersebut pun menuai umpatan di berbagai media sosial.
Beberapa waktu kemudian, dia pun meminta maaf atas kata-katanya. Screen shoot permintaan maafnya itu di-posting oleh akun Twitter @swaragamafm Kamis, 28 Agustus 2014 pukul 8:36 AM dalam bentuk attachement image.
"Florence Sihombing memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Jogja via akun Path-nya juga. #FlashBreak."
Hanya saja nasi telah menjadi bubur. Walau telah meminta maaf di beberapa media sosial dan menggelar konferensi pers melalui pengacaranya, Florence ternyata tetap diproses secara hukum. Terutama dengan adanya gugatan dari sejumlah komunitas di Yogyakarta.
Florence Ditahan
Berselang 2 hari, kalimat makian Florence Sihombing mengantarkan gadis 26 tahun itu pada urusan hukum. Florence ditahan setelah kasus umpatan di media sosial yang menghina Yogyakarta dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari saksi, statusnya naik menjadi tersangka.
Pada Sabtu, 30 Agustus 2014 sekitar pukul 10.30 WIB, Florence datang memenuhi panggilan pemeriksaan di Direskrimsus Polda DIY, dengan ditemani kuasa hukumnya. Namun pukul 14.00 WIB dilakukan penahanan terhadapnya. Dia akan ditahan selama 20 hari ke depan.
Juru bicara dan kuasa hukum Florence, Wibowo Malik merasa keberatan dengan penahanan kliennya. "Tapi kami tidak akan ngomong apa-apa dahulu sebelum surat-surat sampai menerima surat yang kami minta," ujar Wibowo di Mapolda DIY, Yogyakarta.
Wibowo pun mempertanyakan dasar penangkapan kliennya. Dia mengaku, belum mendapat surat perintah penangkapan kliennya. "Apa dasarnya klien kami ditangkap kalau bukan atas dasar surat perintah penyidikan, betul nggak," ujar Wibowo.
Florence diancam Pasal 311 KUHP Pasal 28 Ayat 2 Tahun 2008 tentang Pencemaran Nama Baik dengan ancaman hukuman penjara 4-6 tahun. Serta, Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp 1 miliar.
Dinilai Tidak Kooperatif
Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda DIY Kombes Pol Kokot Indarto menjelaskan, penahanan dilakukan dengan syarat tersangka dinilai tidak kooperatif, kecenderungan melarikan diri, dan menghilangkan barang bukti.
Menurut Kokot, selama pemeriksaan, tak ada itikad baik dari terlapor. Bahkan yang bersangkutan tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Sampai tadi tidak mau BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Biar ada saksi kalau dia tidak mau tanda tangan. Perlu kita saksi orang korban dan publik," ujar Kokot.
Di lain pihak, kuasa hukum Florence Sihombing, Wibowo Malik mengungkapkan ada intimidasi oleh oknum polisi terhadap kliennya sebelum ditahan. Meski begitu, ia enggan mengungkapkan sang pengintimidasi tersebut.
"Tapi kami nggak akan bilang. Itu oknum," ujar Wibowo di Kantor Reskrimsus Mapolda DIY, Yogyakarta, Sabtu 30 Agustus 2014.
Pengacara berkilah demikian. Namun pihak Komunitas Yogya menyatakan bahwa Florence Sihombing justru kembali melancarkan makian di dunia maya sebelum ditangkap polisi.
Florence mengeluarkan sejumlah tweet baru. Bahkan sejumlah kicauan terbaru itu dikeluarkan Florence dengan menghina atau mengumpat Kepolisian Yogyakarta. Hal itu dilakukan Florence di media sosial Path dan Twitter.
"Malamnya kita lihat ada tweet-an baru dari Florence. Yang intinya: "Kok saya dipanggil polisi. Polisi Jogja bego atau tolol gitu," tutur Ryan Nugroho mewakili berbagai Komunitas Yogya di Markas Polda DIY, Kota Yogyakarta, Sabtu, 30 Agustus 2014.
Menurut Ryan, aktivitas tweet Florence yang menghina Kota Yogyakarta sudah dilakukan sejak Februari 2014. Ryan menilai, luapan emosi yang mengeluhkan Yogya tersebut menandakan jika Florence berbohong jika hanya melakukan sekali tweet hinaan terhadap Yogya.
"Kalau dia ngomong yang menjelekkan Kota Yogya sejak Februari. Dia mahasiswa hukum loh. Jadi dia sadar dan tahu sejak awal tahun melakukan postingan yang sifatnya mengejek secara halus Yogya. Ini bohong kalau pengacaranya bilang itu curhatan (curahan hati). Kalau curhat itu kan sekali waktu, nggak dari awal tahun," ujar dia.
Ryan juga tidak mengetahui jika akun asli yang dimiliki Florence sudah ditutup sejak Kamis 28 Agustus sore. Namun ia mempertanyakan postingan di akun Twitter @florenje_ yang masih muncul dan menghina polisi.
"Kalau dia bilang sudah ditutup sejak Kamis kok masih ada postingan lagi. Dan kenapa yang ditutup akunnya cuma FB (Facebook) dan Twitter. Kenapa yang Path nggak," ujar Ryan.
Tanya Ahli TI dan Budaya
Polisi pun sempat dibuat pusing dengan sikap Florence Sihombing. Tersangka kasus pencemaran nama baik karena umpatannya di media sosial Path tidak mau memberikan nomor identifikasi pribadi (PIN) telepon genggamnya kepada polisi saat diperiksa.
"Salah satu fakta sekarang di depan penyidik dia tidak mau ngasih PIN. Kalau HP (handphone) sekarang kalau tidak mau ngasih PIN-nya ya susah, walaupun mau tak bawa ke laboratorium komputer di Mabes Polri. Itu jadi satu bukti petunjuk," ujar Direktur Reskrimsus Polda DIY Kombes Pol Kokot Indarto di Reskrimsus Polda DIY, Yogyakarta, Sabtu, 30 Agustus 2014.
Kokot juga akan menanyakan kepada ahli budaya dan teknologi informasi (TI) untuk menyelesaikan kasus Florence Sihombing. Apalagi, kasus ini dinilai dapat meresahkan masyarakat.
Florence Sihombing telah resmi ditahan dan dimasukkan ke tahanan Polda DIY pada Sabtu, 30 Agustus sekitar pukul 17.00 WIB.
Permintaan Maaf Diterima, Proses Hukum Tetap Bergulir
Terkait hal itu saksi korban pelapor Florence ke polisi, Ryan Nugroho mengatakan akan memaafkan mahasiswa S2 UGM tersebut walaupun cara meminta maaf dinilai tidak sesuai dengan etika. Sebab, permohonan maaf Florence diwakilkan oleh kuasa hukum tanpa dihadiri oleh yang bersangkutan. Sekalipun sudah memaafkan, imbuh Ryan, namun proses hukum harus terus berjalan bagi Florence.
Ryan menjelaskan ada 7 elemen yang melaporkan Florence ke Polda DIY, yakni Songsong Buono, Gerakan Cinta Indonesia, Revelve for Humanity. Granat DIY, Komunitas Sepeda Tua, Komunitas Reptile Owner, dan Advokat Muda DIY.
Ia menegaskan selama sebelum penahanan pihaknya menjamin tidak pernah terjadi intimidasi ataupun teror yang dilakukan masyarakat Yogya. Baik secara langsung maupun lewat telepon.
Sementara aksi bully terhadap Florence di media sosial dinilai Ryan sebagai hal wajar. Namun ia memastikan, 7 komunitas yang melaporkan Florence ke polisi tersebut tidak pernah meneror.
"Kalau di-bully di media sosial itu wajar. Respons. Tapi tidak ada ancaman saya pikir. Karena kami berkoordinasi dengan berbagai elemen bahwa kita harus menunjukkan sangat berbalik dengan apa yang dia sangkakan. Kalau disangka orang tolol kita orang terpelajar. Dan berbudaya bahwa kita tidak melakukan kekerasan apa pun," ujar Ryan di Mapolda DIY, Sabtu, 30 Agustus 2014.
Ryan menjelaskan pula, saat pemeriksaan polisi sikap Florence dinilai tidak menandakan rasa penyesalan dan tak menganggap hal itu sebagai masalah serius. "Mukanya datar seperti nggak ada rasa penyesalan. Dia tidak anggap ini sebagai masalah serius. Tapi itu dugaan kami ya. Sebagai manusia boleh menduga dong. Tapi kita nggak tahu juga," ujar dia.
Kondisi Kejiwaan Florence Akan Diperiksa
Adapun polisi memeriksa Florence sejak Jumat, 29 Agustus. Ditreskrimsus Kombes Pol Kokot Indarto mengatakan, Florence mempunyai argumen sendiri terkait kasus yang dialaminya saat ini. Bahkan tak segan tersangka melakukan debat kusir dengan polisi terkait kasusnya ini.
"Saya pikir Florence itu laki-laki. Setelah ketemu dengan saya. Saya ajak diskusi cenderung jawabannya melenting dan debat kusir. Walaupun dia tidak mau dibilang debat kusir. Kalau saya tanya A, dia nggak segera jawab dengan A, tapi dia jawab dengan analisa. Saya nggak butuh analisa," ujar Kokot di Mapolda DIY, Sabtu, 30 Agustus 2014.
Kokot menilai kondisi debat kusir ini membuat polisi memerlukan pendapat dari psikolog untuk menjelaskan kondisi kejiwaan dari yang bersangkutan. Jika terbukti ada potensi gangguan kejiwaan, maka polisi akan merekomendasi untuk membawa yang bersangkutan ke rumah sakit jiwa di Magelang, Jawa Tengah.
Sungguh ironis. Namun, perkara hukum yang dihadapi Florence Sihombing memang dapat menjadi pelajaran bagi siapa pun. Terutama pengguna media sosial agar bijak saat menuliskan status ataupun komentar di dunia maya.
Tidak ada komentar: